Senin, 14 April 2008

PERSAHABATAN KERANG DAN MUTIARA

Malam ini angin berhembus lembut, permukaan laut tenang, ada sedikit cahaya rembulan menerobos masuk ke dasar laut mana seekor kerang sedang duduk menikmati suasana temaram dan tenang.

Gelombang lembut di dasar laut sana membawa pasir-pasir menari mengikuti arus bermain.

Sebutir pasir masuk ke dalam tubuh kerang, membuat sang kerang kaget.

Heiii, siapakah kau gerangan, sang kerang bertanya.

Aku adalah pasir, gelombang lautlah yang membawa aku ketempatmu.

Siapakah kau ? tanya sang pasir.

Aku kerang, penghuni dasar lautan ini.

Demikianlah perkenalan sang kerang dengan butir pasir tersebut. Perkenalan tersebut pada awalnya hampa rasanya, mungkin hanya ibarat sebutir pasir besarnya. Sampai suatu saat, sang dewi rembulan melihat persahabatan yang hampa tersebut.

Sang dewi berkata, wahai kerang tidakkah kau dapat lebih mencurahkan rasa persahabatan mu pada butir pasir lembut tersebut, dia begitu kecil dan lembut. Mulai sekarang biar aku mengajarkan bagaimana rasa persahabatan itu agar hidupmu lebih berarti.

Dengan lembut sang dewi mengajarkan, tidak sia-sia apa yang diajakan sang dewi rembulan, persahabatan antara sang kerang dengan butir pasir lembut tersebut berbuah hasil. Ada canda, ada tawa, mereka berbagi masalah.

Persahabatan itu telah merubah butir pasir lembut tersebut menjadi sebutir mutiara muda yang berwarna putih. Warna putih tersebut merupakan warisan sang dewi rembulan kepada mereka.

Di suatu siang yang terik, pada saat mereka sedang berbagi rasa di dasar laut yang berselimut pasir putih.

Tiba-tiba mereka mendengar seruan ? hai sahabat, apa yang sedang kalian lakukan ?

Sang kerang menjawab "Siapa kah engkau gerangan? "

Wahai kerang tidakkah engkau mengenali aku ? aku Surya, dewa penguasa matahari yang menyinari seluruh bumi di siang hari.

Aku melihat persahabatanmu dan mutiara muda itu tulus sekali.

Sang kerang menjawab, itu merupakan hasil didikan dewi rembulan yang lembut dan penuh cinta kasih.

"Kalau begitu, biar aku lengkapi ajaran sang dewi, biar aku ajarkan kepada kalian tentang hangatnya cinta",jawab sang matahari. Seiring terbit dan tenggelamnya mentari, sang raja surya memupuk sang kerang dan mutiara muda dengan perasaan cinta. Jatuh cintalah sang kerang dengan mutiara muda itu. Mutiara muda itu sekarang menjadi sebutir mutiara putih bersih dan berkilau mewarisi sifat sang dewa surya, dan dibalut dengan cinta sang kerang, indah sekali.

Hidup sang kerang dan butir mutiara itu indah sekali, cinta mereka tulus, berbagai duka, suka, mereka lalui bersama. Tidak ada hari-hari seindah hari-hari yang mereka lalui. Suatu hari seekor ikan yang lewat berkata kepada sang butir mutiara "wahai mutiara elok, tahun depan Raja dari kerajaan di sebarang sana akan mengadakan pemilihan mutiara terindah, tidakkah kau tertarik untuk mengikutinya, rupamu elok, aku yakin raja akan memilihmu" kata sang ikan

"Benarkah begitu ?" tanya sang mutiara.

"Aku akan menyampaikan kabar gembira ini pada sang kerang kekasihku", sambung sang mutiara.

Mulai saat itu sang mutiara rajin mempercantik diri, sang kerang juga memberinya semangat dan dorongan. Namun sang kerang tidak menyadari, keinginan besar sang mutiara untuk menang telah merubah sikap sang mutiara.

Sampai suatu hari mutiara tersebut berkata kepada sang kerang "Wahai kekasihku kerang, perlombaan itu hampir tiba saatnya, aku ingin keluar sebagai pemenang, aku ingin mencapai cita-citaku, adalah lebih baik mulai saat ini kau menjadi temanku saja, bukan seorang kekasih. Aku ingin mencurahkan seluruh perhatianku untuk lomba itu, aku tidak mau terganggu".

Kata-kata tersebut melukai perasaan sang kerang, airmata jatuh?

"Kenapa kau melakukan ini padaku, aku menyayangimu dengan segenap hatiku, tidakkah engkau tahu perasaanku, aku memang tidak mudah mengungkapkan perasaanku, aku kaku laksana kulitku yang keras, tapi mengapa?"

"Kerang yang baik, untuk apa engkau menangis, aku akan tetap menjadi sahabatmu, aku tetap akan menjaga hubungan kita" kata sang mutiara

Akhirnya tiba waktu perlombaan tersebut, sang raja langsung jatuh hati kepada butir mutiara tadi.

"Inilah mutiara terindah yang pernah aku jumpai, aku memilihnya" kata sang
raja.

Akhirnya mutiara tersebut bersanding menjadi liontin sang raja. Setiap hari sang raja mengaguminya. Sang mutiara telah melupakan sang kerang, sang mutiara asik melayani sang raja.

Tinggallah sang kerang yang kembali duduk di keheningan di dasar laut sana, sepi, hampa hidup sang kerang itu. Setiap hari ia menunggu sang angin menyampaikan kabar dari sang mutiara, satu hari, dua hari, seminggu tidak ada kabar dari sang mutiara.

"Biarlah aku menitip pesanku pada sang angin untuk mutiaraku" pikir sang kerang.

"Wahai angin, sampaikan rasa rinduku pada mutiaraku yang ada di negeri seberang sana" pekik sang kerang. Sang angin menyampaikan pesan tersebut.

Namun apa kata sang mutiara indah "Angin, sampaikan kepada sang kerang, jangan ganggu aku, aku sibuk sekali melayani sang raja, dan sampaikan juga padanya untuk mencari mutiara lain saja".

Kabar ini membuat sang kerang sedih, namun dalam kesedihannya rasa sayang sang kerang terhadap sang mutiara mengalahkan rasa kecewanya,ia tetap berdoa pada Ilahi agar sang mutiara berbahagia.

Nah sahabat dalam kehidupan nyata ini banyak persahabatan yang berakhir dengan sebuah hubungan cinta, jika kedua belah pihak punya komitmen, dan mau menanggung duka dan suka bersama-sama, hubungan itu bisa berakhir dengan sebuah jenjang pernikahan yang suci. Namun bisa juga percintaan itu berakhir dengan sebuah permusuhan yang mengakibatkan kedua belah pihak atau salah satunya terluka, kalaupun cinta itu dapat berakhir lagi dengan sebuah persahabatan, percayalah rasa persahabatan itu akan lain, akan hambar.

Luka dari cinta itu Cuma bisa disembuhkan oleh waktu.

Apakah anda memilih menjadi kerang tersebut atau mutiara indah tersebut?

Terserah anda.

Berani Mencoba..

Alkisah, seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya.

"Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?" "Ha?," kata jam terperanjat, "Mana sanggup saya?"

"Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?"

"Delapan puluh ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?" jawab jam penuh keraguan.

"Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?"

"Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Banyak sekali itu" tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya

Tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam,

"Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?"

"Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!" kata jam dengan penuh antusias.

Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik.

Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti.

Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31,104,000 kali

Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas pekerjaan yang begitu terasa berat. Namun sebenarnya kalau kita sudah menjalankannya, kita teryata mampu. Bahkan yang semula kita anggap impossible untuk dilakukan sekalipun. Jangan berkata "tidak" sebelum Anda pernah mencobanya

Ada yang mengukur hidup mereka dari hari dan tahun, yang lain dengan denyut jantung, gairah, dan air mata. Tetapi ukuran sejati di bawah mentari adalah apa yang telah engkau lakukan dalam hidup ini untuk orang lain.


sumber: Cetivasi

Garam...Telaga...!!

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa Membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya.

Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.
"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu.

"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah". Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, Bagaimana rasanya?". "Segar.", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si anak muda. Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk
punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama".
"Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung ! pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu". Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat.
"Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksanatelaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan".

sumber: Motivasi Net